Hot Posts

6/recent/ticker-posts

BEM PTNU se-Nusantara Kritik Kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo: Reformasi Polri Mandek, Kepercayaan Publik Merosot


Sinar Bintang, Online-Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) se-Nusantara melontarkan kritik keras terhadap kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Di bawah kepemimpinannya, reformasi kepolisian yang dijanjikan dinilai mandek, sementara kepercayaan publik terhadap institusi Polri terus mengalami penurunan akibat berbagai kasus pelanggaran hukum yang melibatkan aparat.

Presidium Nasional BEM PTNU se-Nusantara, Arip Muztabasani, menegaskan bahwa Polri seharusnya menjadi institusi yang bersih, profesional, dan melayani rakyat. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa berbagai masalah serius masih terjadi, mulai dari penyalahgunaan kekuasaan, tindak kekerasan oleh aparat, hingga dugaan ketidaknetralan dalam politik.

1. Reformasi Polri Mandek dan Tidak Signifikan

Arip Muztabasani menyoroti bahwa transformasi Polri menuju Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang digagas Jenderal Listyo Sigit masih jauh dari harapan.

Praktik kekerasan berlebihan dalam penanganan demonstrasi dan konflik sosial masih marak. Aktivis, mahasiswa, dan masyarakat sipil yang menyuarakan kritik sering menjadi sasaran tindakan represif.

Pelayanan publik yang tidak optimal. Masyarakat masih mengeluhkan adanya pungutan liar dalam berbagai layanan kepolisian, seperti pengurusan SIM, STNK, dan tilang elektronik.

"Reformasi Polri seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi harus benar-benar diwujudkan dalam kebijakan nyata. Sayangnya, hingga saat ini, masih banyak praktik lama yang terus terjadi," ujar Arip Muztabasani.

2. Pelanggaran Hukum oleh Anggota Polri yang Mencoreng Institusi

BEM PTNU se-Nusantara menyoroti sejumlah kasus yang melibatkan petinggi Polri, yang justru semakin menurunkan kepercayaan publik.

Kasus Ferdy Sambo, yang menunjukkan bagaimana arogansi dan penyalahgunaan kekuasaan terjadi di level tertinggi kepolisian.

Kasus narkoba yang melibatkan perwira tinggi Polri, seperti Irjen Teddy Minahasa, yang membuktikan bahwa mafia narkoba telah menyusup ke dalam institusi penegak hukum.

Maraknya kekerasan dan penyiksaan dalam lingkungan internal Polri, termasuk kasus perundungan yang berujung pada kematian anggota kepolisian sendiri.

"Jika institusi yang seharusnya menegakkan hukum justru menjadi pelaku pelanggaran hukum, bagaimana rakyat bisa mempercayai kepolisian?" kata Arip.

3. Ketidaknetralan Polri dalam Politik dan Penegakan Hukum

Menjelang Pemilu 2024, BEM PTNU se-Nusantara mengkritik indikasi ketidaknetralan Polri dalam politik.

Perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum terhadap kelompok oposisi dan pendukung pemerintah.

Lambannya pengusutan kasus korupsi yang melibatkan elite politik tertentu.

Tindakan kriminalisasi terhadap aktivis dan masyarakat yang mengkritik kebijakan pemerintah.

"Polri harus berdiri di atas semua kepentingan politik dan berfungsi sebagai institusi yang independen. Jika kepolisian mulai condong ke satu pihak, maka demokrasi di negeri ini terancam," tegas Arip.

4. Solusi dan Rekomendasi dari BEM PTNU se-Nusantara

Melihat berbagai permasalahan yang ada, BEM PTNU se-Nusantara memberikan sejumlah rekomendasi agar institusi Polri dapat kembali mendapatkan kepercayaan publik dan menjalankan fungsinya secara profesional:

A. Transparansi dan Pengawasan Ketat terhadap Polri

Pemerintah dan DPR harus membentuk lembaga pengawas independen untuk mengawasi kinerja Polri, termasuk dalam penegakan hukum dan penggunaan anggaran.

Data terkait pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian harus dibuka ke publik, termasuk sanksi yang diberikan kepada pelaku.

B. Penegakan Hukum yang Adil dan Tanpa Tebang Pilih

Polri harus memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa melihat latar belakang politik atau status sosial seseorang.

Proses hukum terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran harus dilakukan secara transparan dan tegas, tanpa ada perlindungan dari atasan.

C. Reformasi Internal dan Pembersihan Oknum Bermasalah

Kapolri harus lebih tegas dalam menindak oknum polisi yang terlibat dalam praktik korupsi, kekerasan, dan narkoba.

Pelatihan dan pembinaan anggota kepolisian harus diperkuat, terutama dalam membangun budaya kepolisian yang lebih humanis dan profesional.

D. Menjamin Netralitas Polri dalam Pemilu dan Politik

Kapolri harus memastikan bahwa institusi Polri tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu.

Anggota Polri yang terbukti melakukan intervensi dalam proses politik harus diberikan sanksi tegas.

E. Mendorong Pergantian Kepemimpinan jika Reformasi Gagal Berjalan

Jika berbagai rekomendasi ini tidak segera dijalankan, BEM PTNU se-Nusantara menilai bahwa pergantian kepemimpinan di tubuh Polri menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan.

"Kami tidak ingin kepolisian terus menjadi institusi yang kehilangan kepercayaan rakyat. Jika Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak mampu melakukan reformasi yang nyata, maka sudah sepatutnya digantikan dengan pemimpin yang lebih tegas dan berkomitmen terhadap perubahan," tegas Arip Muztabasani. Sabtu 15/02/2025.

BEM PTNU se-Nusantara menegaskan bahwa Polri harus segera melakukan reformasi menyeluruh agar dapat kembali menjadi institusi yang dipercaya rakyat. Tanpa perbaikan yang konkret, institusi kepolisian akan semakin kehilangan legitimasi, yang dapat berdampak pada kestabilan hukum dan keamanan di Indonesia.

"Kami mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Polri. Jangan sampai institusi ini semakin larut dalam krisis kepercayaan dan gagal menjalankan tugasnya sebagai pelindung rakyat," tutup Arip Muztabasani.***

Red.(Bas).